^HATIKU DI GUBUK SAHABAT^
Daun-daun kering satu per satu jatuh dari sebuah pohon besar yang memiliki ranting yang sudah lapuk. Seorang anak tidur diatas pangkuan Ibunya yang menyanyikan lagu yang indah hingga membuat anak itu meneteskan air matanya. Badannya yang kurus dibalut dengan pakaian kusam dan kotor itu yang menggambarkan kehidupannya. Walaupun dia miskin namun, kebahagiannya terisi oleh kehadiran ibunya yang selalu menyayanginya. Anne panggilannya, Ia adalah gadis yang hidup dibawah jembatan dengan gubuk kardus yang tak dapat menahan air hujan. Ia tinggal dengan Ibunya yang sudah mulai sakit-sakitan dan tak bisa bekerja lagi. Anne tidak dapat melanjutkan sekolahnya hanya karena faktor biaya, uang hasil berjualan koran saja tak cukup untuk mencukupi kebutuhannya sehari-harinya.
Disisi lain, kehidupan yang mewah menyertai seorang gadis yang kondisinya mulai melemah. Lisa telah divonis dokter disebuah rumah sakit bahwa ia telah terserang liver yang cukup kronis. Nyawanya tak bisa diselamatkan jika ia tidak ada yang rela mendonorkan hati untuknya. Dokter ahli menyebutkan cara satu-satunya hanya dengan Transplatasi hati. Lisa anaknya tidak pasrah begitu saja setelah mendengar bahwa penyakitnya sudah kronis. Ia masih menekuni hobinya, yaitu fotografi.
Suatu ketika, Lisa sedang mencari obyek fotografinya di bawah jembatan yang kumuh. Disana ia mencari obyek kehidupan masyarakat miskin yang ternyata hidupnya sangat jauh dari layak. Saat ia akan memotret anak-anak kecil yang sedang bermain tiba-tiba ia bertabrakan dengan seorang ibu yang membawa sebungkus nasi, hingga nasi bungkus yang dibawa Ibu itu jatuh dan berserakan ditanah yang ada dipinggir sungai.
“Maafkan saya bu, saya tidak sengaja menabrak, saya ganti ya?” kata Lisa sambil membangunkan Ibu itu yang jatuh tersungkur ditanah yang becek.
“Tak apa nak, Ibu bisa beli lagi nanti, siapa ya anak ini saya belum pernah lihat mukanya?”kata Ibu itu dengan membersihkan badannya yang terpenuhi lumpur.
“Tapi buk saya yang salah,” muka Lisa tampak bersalah. “Saya cuma kebetulan lewat dan mau cari obyek gambar disekitar jembatan ini bu,” kata Lisa dengan nada sangat menyesal dengan senyum tanda perkenalan.
“Ahh, tak apa? Oh, ya sudah saya permisi dulu,” kata Ibu itu dengan berjalan terpincang-pincang.
“Ehh, iya… bu apa saya boleh ikut kerumah Ibu untuk menfoto obyek dirumah Ibu,” kata Lisa dengan senyuman disertai lesung pipinya yang manis.
“Boleh, ayo nak ikut saya, anak ini namanya siapa ya?”kata Ibu itu berhenti dan berbalik badan dengan tatapan yang sangat hangat.
“Terima kasih bu, saya Lisa,” kata Lisa masih tersenyum.
Lisa mengikuti jalan Ibu itu menuju rumahnya. Rumahnya tak layak dihuni kardus bekas ia pakai menjadi dinding dan atapnya hanya dari jembatan diatasnya. Lisa tertegun melihat rumah itu, Ia membandingkan dengan rumahnya yang hanya dihuni tiga orang dengan empat orang pelayan yang sangat luas. Lisa masuk rumah itu dengan sedikit ragu. Tak disangka di dalam rumah kardus itu hanya terdapat satu ruangan yang terisi kasur kusam yang keras. Ternyata di dunia ini memang manusia diberi kelebihan dan kekurangan yang adil. Setelah Lisa duduk di rumah kardus itu, datang gadis yang tak lain adalah anak dari Ibu tersebut.
“Ibu ada tamu ya, siapa bu?” kata gadis itu menatap Lisa.
“Ohh, saya Lisa, saya tadi ketemu ibu kamu dan tak sengaja menjatuhkan bungkusan nasi jadi aku tak tau juga sampai disini, kamu anak ibu ini ya?” kata Lisa dengan membalas tatapan mata gadis itu.
“Iya, saya Anne, maaf ya kalau rumah kami sangat kecil,” kata gadis itu yang tak lain adalah Anne.
“Ah, tidak apa?” kata Lisa agak sungkan.
Pembicaraan mereka berlangsung hingga larut malam. Namun, lama kelamaan persahabatan muncul diantara mereka. Lisa sering membantu Anne untuk menjual koran, dan mengambil kesempatan untuk menfoto kehidupan Anne. Lisa juga sering mengajak Anne dan Ibunya belanja dan membelikan baju yang layak untuk mereka. Lisa dan Anne sangat akrab, jika mereka bertemu maka dunia akan tersenyum. Persahabatan yang sangat hangat selalu menyelimuti mereka, sayang mereka sudah seperti saudara kandung yang tak terpisahkan.
Dua tahun telah berlalu, persahabatan yang mereka jalani semakin lama semakin menyenangkan. Namun, tak dimana sekarang ini adalah ulang tahun Lisa yang ke 19 tahun. Disaat membahagiakan ini Anne tak hadir, padahal Anne sudah janji bakal hadir di pestanya ini. Lisa tak menikmati pestanya walau pesta itu sangatlah meriah dengan kehadiran teman-teman kuliahnya. Lisa duduk dibalkon rumahnya dengan melihat teman-temannya yang ada ditaman bawah balkonnya sedang menari dengan gembira menikmati alunan musik ballad yang merdu. Lisa hanya merasa sedih karena Lisa telah menunggu janji Anne namun tidak ditepati. Padahal sebelumnya Anne sudah berjanji untuk pergi ke pestanya.
“Aku tahu Anne orang miskin tapi Ia pasti berhak untuk ikut pesta ini, kenapa apa ia malu, sampai-sampai ia mengurungkan janjinya,” gumam Lisa dengan memainkan jarinya.
“Lisa, ada apa kamu disini, lihat teman-temanmu yang menikmati pestanya dengan senang,” kata Ayah Lisa yang tiba-tiba saja muncul dari belakang dengan memegang pundak Lisa.
“Ayah, aku ingin diantara mereka ada Anne, dia juga berhakkan untuk dapat kebahagian,”kata Lisa dengan memelas.
“Anne, apa anak itu anak yang tinggal di bawah jembatan itu?”kata Ayahnya yang serentak terkejut.
“Iya, kok Ayah bisa tahu… pasti dari Pak Umar ya? Ayah Anne itu orangnya sangat hebat dan kuat, hidupnya yang tak layak tak menghambatnya untuk tetap hidup, Ia tegar dan bisa membiayai kehidupan Ibunya dan dirinya dengan berjualan koran dijalan,” kata Lisa menjelaskan dengan panjang.
“Lisa, Ayah sudah pernah bilang kalau kamu tak pantas bermain dengan anak kumuh disana, kamu anak dari kalangan bangsawan, kamu anak orang terpandang,”kata Ayah seperti akan marah.
“Ayah, kenapa sih Lisa tak boleh bergaul dengan orang yang punya prinsip kerja keras dan kuat menjalani hidup walaupun terdesak oleh kekurangannya, Lisa bukan anak yang manja dan Lisa tidak perlu bermain dengan anak dari teman-teman Ayah yang suka berhura-hura menghabiskan uang orang tuannya, itu malah tak bagus buat kehidupan Lisa kelak,” jelas Lisa sekarang dengan nada agak tinggi.
“Ayah larang ya sudah tak boleh, mulai besok kamu diantar saja untuk kekampus,”kata Ayah Lisa dengan nada melarang.
“Bukannya tiap hari aku juga diantar jemput ya?” kata Lisa meninggalkan Ayahnya yang ada dibalkon.
Lisa yang tak menikmati pesta tersebut, dia hanya duduk dengan tatapan kosong. Banyak temannya yang mengajaknya berdansa namun ia menolak dengan senyuman pahit. Tiba-tiba mata Lisa mengeluarkan air mata. Ia mencoba mengusap dengan tangannya tetapi tangisnya seperti tak dapat bisa ditahan lagi. Hingga ia tak menyadari pesta itu sudah selesai dan tak ada orang lagi ditempat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar